Refleksi Keperempuanan dalam buku "Muslimah yang diperdebatkan"

 

                Dokumen Pribadi

    Buku ini adalah kumpulan esai Mbak Kalis yang ditulis di Mojok.co dengan total 184 halaman. Tema besar yang diangkat, yaitu narasi hijrah yang kaffah baik secara ritual ataupun sosial, menyelami definisi perempuan solehah, nilai-nilai krusial dalam keadilan gender dan berbagi peran gender di ruang publik,  dan sosok-sosok orator yang memperjuangkan kerangka berpikir yang adil gender. Tema yang fundamen disampein Mbak Kalis pakai studi kasus yang seru dan bahasa sederhana. Nggak lupa gaya penulisan yang agak sarkas dan satire khas Mbak Kalis banget yang bikin cekikikan sambil nyeletuk “Lah, iya juga yaa,” “Ajaib bener nih orang...” & celetukan tanda setuju lainnya. 

Ini cuplikan salah satunya,

Dinding pembatas kemerdekaan berjenis tiga hal. Salah satunya adalah doktrin agama. Banyak dari teman perempuan muslimah saya sering kali mempersempit diskusi-diskusi “perempuan dalam Islam” hanya pada batasan jilbab dan ketaatan. Sintesis yang keluar pada bahasan soal itu terbatas pada kesimpulan bahwa perempuan mesti taat agar tidak ditinggalkan oleh suaminya. Perempuan tampak berjuang keras sekali pada ranah-ranah itu, padahal di sisi lain, perempuan boleh lebih maju untuk berdiskusi perihal tingginya angka kematian ibu melahirkan dan problematika sosial lain. (Hlm. 62)

Dari buku ini aku punya beberapa refleksi atas nilai-nilai yang harusnya diutamain sebagai perempuan muslimah. Kurang lebih mencakup atas beberapa hal.

  1. Hijrah baiknya nggak Cuma disimbolkan pada benda-benda dengan label syar’i dan halal. Melainkan upaya sepanjang hayat membekali diri dengan ilmu pengetahuan sebagai senjata menghadapi fenomena sosial dan rintangan hidup.
  2. Jilbab bukanlah tolok ukur salehahnya perempuan. Sebab jilbab itu syariat atau kewajiban.
  3. Menjaga diri dari marketing produk dengan embel-embel halal dan campaign yang membawa agama sebagai komoditi dagang.
  4. Penghormatan pada tubuh perempuan adalah penghormatan paling tinggi kepada hidup. Maka, perempuan boleh berkata tidak atas pilihan yang membahayakan untuk dirinya, boleh meminta bantuan, dan boleh bekerja sama.
  5. Perubahan ruang hidup dari agragis ke sektor industri harusnya memberi kesempatan pada perempuan untuk mengembangkan skill lewat akses pendidikan dan pekerjaan yang setara.
  6. Kesetaraan perempuan bukan perkara angkat galon dan masang gas. Tapi, ditarik lebih jauh pada berbagi peran domestik di dalam rumah, pengambilan keputusan yang  menghargai pengalaman reproduksi dan pengalaman sosial khas perempuan, serta usaha-usaha menyediakan ruang aman bagi perempuan.
  7. Kemanusiaan perempuan nggak cuma didefinisikan dari pakaian yang melekat di tubuhnya aja.  
  8. Ungkapan “perempuan berkarier surga” harusnya berorientasi pada kemashlatan dirinya, keluarga, dan masyarakat luas. Bukan membatasi perempuan pada kerja-kerja domestik sumur, dapur, dan kasur.

    Islam selalu relevan dengan zaman dan keadaan. Jika Islam yang saat ini kita lihat membatasi ruang gerak dan kebebasan perempuan, maka bukan Islamnya yang salah melainkan dari kacamata siapa kita belajar. Islam dari dulu hingga kini adalah Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.  

Komentar

Postingan Populer