Ulasan Buku: Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Selanjutnya
Judul : Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan Selanjutnya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 224 Halaman
Tahun Terbit : 2025
Genre : Self-improvement/Pengembangan diri
Format & Ukuran : Soft cover & 13.5 x 20 cm
Sebelum tidur aku sering berpikir pengin jadi keong karena sudah punya rumah atau jadi kucing karena tidak perlu kerja sudah diberi makan majikan. Kalau kamu boleh memilih, di kehidupan selanjutnya kamu pengin jadi apa? Koala si tukang tidur? Jadi gajah yang cerdas?
Sewaktu dr. Andreas
ngobrol di podcast yang entah apa judulnya beliau menyinggung sedikit soal
konsep skarifikasi, proses perlukaan biji pada tumbuhan secara sengaja untuk membantu
penyerapan air. Konsep ini sama kayak yang aku alami ketika punya luka bedah.
Dokter menyampaikan lukaku harus dikerok sedikit untuk membentuk cekungan agar
kedua sisinya lebih menyatu maksimal. Sudah macam eskrim saja, batinku. Dari
kesamaan teori itu aku merasa keduanya berhubungan dan mungkin saja ada nilai yang
bisa diambil dari buku Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di
Kehidupan Berikutnya.
Carl Jung, psikiater dan psikoanalisis asal Swiss punya teori kalau kebahagiaan bisa
dicapai manusia dengan lima elemen, yaitu kesehatan fisik dan mental, relasi
yang hangat, menikmati keindahan alam dan karya seni, bersandar pada agama dan
filsafat, dan kebebasan menentukan pilihan hidup. Uniknya, tokoh dalam buku ini
yang bernama Lalin ialah perempuan berkursi roda yang mengidap penyakit langka.
Jika bahagia dinilai dengan teori Carl Jung Lalin sudah tentu divonis tidak
bahagia sebab secara fisik dia tidak proper. Kondisi khusus Lalin justru ngebuat
buku ini lebih menarik. Lalin yang punya ruang sempit dan terbatas
mempertanyakan perannya lahir ke dunia. Apakah ia dilahirkan hanya untuk
merepotkan orang tua, saudara, atau temannya? Pertanyaan Lalin dalam sesi konseling
mampu mewakili suara hati individu yang merasa hidup tidak layak untuk
dijalani. Gelap dan pengap.
Buku ini berisi
keresahan saat menjalani hidup sebagai orang dewasa karena pembahasannya
seputar cerita yang diciptakan manusia tentang dirinya dan orang lain,
pencarian kebahagiaan, memaknai hidup, penyesalan dan merayakan kegagalan,
menggugat arti bersyukur, surat dari diri kita di masa depan, menyambut
kematian, dan terakhir keberanian mengakhiri setiap cerita meski tak sempurna. Lewat
buku ini aku baru sadar bahwa rasa bahagia itu tidak abadi. Bahagia perlu
diperlakukan sama seperti halnya emosi dasar lain, seperti marah, takut, jijik,
sedih, dan terkejut yang sifatnya sementara. Russ Harris menyampaikan pandangan
soal the happiness trap, kepercayaan yang menganggap bahwa bahagia
termasuk perasaan dasar manusia dan jika tidak terpenuhi manusia merasa gagal. Penulis
lalu menawarkan cara pandang baru soal definisi bahagia dalam tiga kata dan
tiga versi. Pertama, bahagia adalah setiap orang berbeda. Orang yang suka berwisata
akan merasa bahagia jika dapat mengunjungi tempat impiannya setelah sekian lama
menabung. Begitu pun bagi orang dengan kegemaran lain. Kedua, bahagia bisa
diartikan sebagai menemukan rasa takjub. Setiap kali aku melihat langit rasanya
bahagia karena aku merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari
diriku. Dari sana tumbuh rasa syukur dan kagum. Terakhir, bahagia bisa
didefinisikan sebagai menikmati jalannya waktu. Dalam buku ini Lalin mulai
menikmati peran sebagai tempat bercerita bagi teman-teman dekatnya. Dan aku
mulai menghargai waktu saat mendengar ibu dan teman dekat bercerita.
Aku paling suka bab “Mari
Menyesali Hidup di Kursi Besi” karena ini ritual pelepasan emosi paling
hemat dibandingkan pergi ke psikolog. Di dalam persimpangan jalan, aku sering
merasa takut ambil keputusan karena tidak siap risikonya. Lalu, aku disadarkan
lewat buku ini kalau lebih baik “waduh” selintas dibandingkan “seandainya saja”
yang selamanya. Seperti lirik lagunya Niki, “in the end we only regret the
chances we didn't take”.
Buku ini cocok dibaca
di saat kamu lagi nyari alasan paling masuk akal ngejalani hidup in this
economy dan ketambahan gelar sebagai WNI. Masa depan serba tidak pasti,
tidak ada jaminan keamanan sebagai warga negara, dan beban sosial sebagai
manusia dewasa yang makin berat. Tidak disarankan untuk dibaca di tempat umum
karena berpotensi berlinang air mata. Kalau nekat dilakukan kerugian ditanggung
penumpang lho, yaa. Anyway, buku ini aku rating 9.5/10 ada sedikit miss dalam
plot cerita hidup Lalin yang tidak dijelaskan dengan utuh.
Berikut daftar kutipan menarik di buku ini:
“Mulai saat itu, dia memegang prinsip:
“Jangan sampai lima menit hal buruk merusak satu hari,” dan “Kalau hal itu
nggak akan berdampak sampai lima tahun ke depan, mungkin nggak ada gunanya
memikirkannya lebih dari lima menit.” Hlm. 5
“Aku pernah membaca sesuatu yang terus
kuingat sampai sekarang: keberadaan anak atau hewan peliharaan akan
memperlambat hidupmu. Tapi, mungkin memang itulah tujuan keberadaan mereka:
agar kita belajar hidup sedikit lebih pelan.” Hlm. 8
“Pesan terakhirku: bedakan bagaimana
kamu harus menjalani hidup dan bagaimana kamu mau menjalani hidup.”
Hlm. 9
“Ketika kamu mengatakan, “Aku adalah
beban,” sebenarnya siapa yang menganggap demikian: orang lain atau dirimu
sendiri?” Hlm. 22
“Riset ini menunjukkan bahwa apa yang
kita katakan pada diri sendiri akan sangat memengaruhi identitas kita.”
Hlm. 24
“Kembalikan pena ke tanganmu sendiri
dan mulailah menulis narasi baru.” Hlm. 25
“Kenyataannya, kadang memang kita perlu
belajar untuk menjadi orang jahat dalam cerita orang lain.”
Hlm. 40
“Itulah dua cara agar kita bisa
mengenali kondisi sendiri: bertanya kepada orang lain dan refleksi diri.”
Hlm. 46
“Keburukan biasanya lebih mudah kita
sadari, tapi suatu kemajuan atau perbuatan baik biasanya lebih sulit diakui.”
Hlm. 47
“Pembaruan dalam hidup juga bisa
terjadi ketika kita mengurangi sesuatu.” Hlm. 48
“Menghilangkan
penderitaan tentu bermanfaat. Hal itu mengurangi jumlah rasa sakit atau keluhan
yang ada dalam hidup kita, tapi tidak secara otomatis berarti mengubahnya
menjadi sesuatu yang menyenangkan.” Hlm. 53
Nasihat Marcus Aurelius, "Think of yourself as dead.
You have lived your life. Now, take what's left and live it properly,”
“Itulah mengapa aku tidak hanya
menanyakan tentang penderitaan yang ingin dihilangkan, melainkan apa yang ingin
dituju.” Hlm. 53
“Ada banyak hal yang ingin kita lakukan
dan ada lebih banyak lagi alasan untuk tidak melakukan itu. Padahal, itulah
harga yang harus dibayar untuk sesuatu yang kita cintai.”
Hlm. 55
“Ketika kamu memulai hari dengan
mengatakan hari ini pasti akan buruk, itu sama saja dengan memulai
perjalanannya dengan mengatakan aku akan mencari mobil merah. Tanpa sadar kita
jadi mencari dan lebih banyak menyadari keberadaan hal buruk sepanjang hari.
Bahkan, hal yang sebenarnya tidak buruk pun kita anggap jadi buruk.”
Hlm. 60
“Dia mengatakan bahwa, “Ego tidak mau
menjadi bahagia. Ego mau menjadi benar.”” Hlm. 60
“Untuk mengubah suatu narasi, maka kita
perlu percaya dengan narasi tersebut.” Hlm. 61
“Aku merevisi definisi kebahagiaan yang
lama menjadi sesuatu yang mungkin lebih bisa dibagikan satu sama lain:
menemukan rasa takjub.” Hlm. 61
“Sebenarnya, ada satu lagi definisi
kebahagiaan yang jauh lebih sederhana, tapi mungkin ini yang lebih masuk akal
untuk kita. Kebahagiaan dalam tiga kata: menikmati jalannya waktu.”
Hlm. 66
“Temanku, Nago Tejena, dalam bukunya
Aku yang Sudah Lama Hilang membahas hal ini dengan baik: your goal doesn’t have
to be great, but it has to be yours.” Hlm. 67
“Dalam proses memikirkan tersebut, kita
jadi kurang menghargai apa yang sudah ada di tangan kita dan hanya terpaku pada
narasi; Pasti pilihan yang tidak kuambil itu lebih baik.”
Hlm. 132
“Maka, berhentilah untuk melihat suatu
pilihan sebagai baik atau buruk. Cobalah untuk melihatnya sebagai pilihan yang
disadari atau tidak disadari. Sadarilah bahwa inilah yang lebih mungkin kita
kendalikan: Menyadari pilihan kita.” Hlm. 133
“Tapi, hanya karena kamu bisa
melakukannya sendiri, bukan berarti kamu harus melakukannya sendiri. Tak apa
sesekali ada tangan yang menolong kita.” Hlm. 138
“Kadang, hal terbaik yang bisa kita
lakukan ke diri sendiri adalah mengizinkan diri kita untuk dibantu.”
Hlm. 138
“Apa artinya? Salah satu cara tercepat
untuk melepas pikiran yang menempel adalah dengan mengubah lingkunganmu berada,
baik lokasi maupun orang. Keluar dari kamar dan melihat dunia adalah salah satu
cara memperluas cakrawala hidup. Ingat, kamu tidak bisa mengubah orang yang ada
di sekelilingmu, tapi kamu bisa mengubah siapa orang yang kamu izinkan ada di
sekelilingmu (tentu saja dalam batas tertentu).”
Hlm. 167
“Bila kamu memiliki satu orang saja
yang mau mendengarkanmu dengan baik, kamu adalah satu orang paling beruntung di
dunia.” Hlm. 169
“Dalam filosofi Jepang, wabi-sabi
mengajak kita untuk menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan.”
Hlm. 184
“Untuk kamu yang sedang memegang
sesuatu dengan sangat erat: Terimalah fakta bahwa tidak ada yang akan menjadi
milikmu selamanya.” Hlm. 190
Komentar
Posting Komentar