Review Adolescence 2025

 

pinterest.com

Sebelum tidur binge watching series di Netflix berjudul Adolescence. Premis seriesnya seorang anak laki-laki usia 13 tahun bernama Jamie Miller ditangkap polisi atas dugaan pembunuhan teman sekolahnya, bernama Katie. Bayangin posisimu sebagai orang tua, kerja jungkir balik demi ngasih kehidupan yang layak buat keluarga dan ternyata nggak cukup. Kamu harus nerima fakta bahwa anak yang kamu kira baik-baik aja adalah pembunuh berdarah dingin. That moment hit me so hard. 

Fakta uniknya, karakter Jamie Miller diperankan aktor yang baru aja debut di dunia perfilman. Semua adegan dalam series ini berformat one take shot sehingga kalau ada kesalahan kecil scene akan dimulai dari awal lagi. Aku suka banget format ini karena penonton merasa terlibat langsung dalam konflik. Dan semua ekspresi yang diperlihatkan pemain ngejelasin pergolakan batin yang sedang mereka alami. As we know eyes speak louder than words. Series ini mengeksplorasi isu kompleks, seperti parenting, luka masa lalu, incel berujung misoginis, dan bully. Topik-topik yang sering kita temui, namun kita sering gagap nyikapinnya secara bijak. 

Sayangnya, ada bagian yang bikin janggal soal Ryan, salah satu teman dekat Jamie yang ditangkap polisi dan sampai akhir nggak ada kelanjutannya. Geregetan banget apakah si Ryan ini cuma ngompor-ngomporin atau dia yang bunuh Katie tapi nggak dengan tangannya sendiri? Kekurangan dalam narasi bisa dimaafin karena penyajian emosi dan visualnya yang kuat. 

Ada banyak pesan dalam series yang nyangkut di kepala dan kepikiran berhari-hari. Berikut poin yang aku rasa bisa dijadiin catatan dan pelajaran:

netflix.com

  • Luka pengasuhan tanpa sadar ngebentuk cara pandang soal dunia dan interaksi terhadap orang-orang terdekat. Perilaku agresif Jamie sebagai ekspresi kemarahan adalah salah satu warisan yang dia dapat dari sang ayah. Philippa Perry dalam bukunya The Book You Wish Your Parents Had Read nyampein saat orang tua berhadapan dengan situasi sulit, reaksi yang ditampilkan bukan hanya kondisi terkini tapi juga luka emosional yang belum selesai. Dalam hal ini, ayah Jamie tumbuh menjadi pribadi yang nggak mau nunjukin kerapuhan dan selalu berlindung dibalik topeng amarah yang meledak-ledak.
  • Negara seharusnya ngasih pendampingan intensif untuk pelaku kejahatan yang punya masalah mental. Harapannya setelah masa hukuman selesai, dia bisa balik ke masyarakat dengan percaya diri dan ada jaminan nggak akan ngelakuin kejahatan lagi. Sedihnya, apa yang dilakuin otoritas terkait dalam series ini masih jadi cita-cita buat warga Indonesia. Karena hal ini belum dipandang sebagai prioritas buat pemerintul.
  • Secara biologis, otak manusia yang tugasnya ngambil keputusan baru matang di usia 25 tahun. Sedangkan, derasnya informasi dan mudahnya akses bikin remaja di bawah 25 tahun lebih dewasa secara pemikiran. Contohnya si Jamie dan teman-temannya yang masih SMP tapi udah ngebahas maskulinitas di tongkrongan. Terus anak-anak gen alpha yang sejak kecil diasuh sosial media turut memperparah dan mendorong perilaku destruktif anak. Lalu, tanpa membenarkan perilaku, otak reptil para remaja jadi salah satu alasan pelaku bully kelakuannya sangat kurang ajar.
pinterest.com
  • Terakhir, jadi orang tua itu kayak perjalanan sunyi ngenal diri sendiri terus-menerus. Sebab anak adalah cerminan pola asuh orang tuanya. Artinya, kalau anak ngelakuin kesalahan ada andil orang tua di dalamnya. Banyak sekali orang tua yang denial yang nganggep kesalahan anak ya salahnya sendiri. Tapi di series ini, orang tua Jamie berhasil nerima kalau mereka ada salah dan turut andil bikin Jamie jadi kayak gitu.

Komentar

Postingan Populer