hidup bagai lemparan dadu
![]() |
Foto oleh Nic Rosenau di Unsplash |
Dalam satu waktu, aku mencoba mencerna kesedihan
atas wafatnya anak temanku yang berusia 4 tahun akibat kanker mata. Anak
laki-laki ceria yang harus kemoterapi berkali-kali setelah satu bola matanya
diangkat. Hatiku mencelos. Sependek yang
aku tahu, seluruh keluarganya sehat, ibunya berusaha jaga asupan gizi, dan dia
nggak pernah sakit parah sebelumnya. Di titik ini, aku semakin paham bahwa
hidup manusia penuh ketidakpastian. Lahir di mana, kondisi keluarga, kesehatan,
kesempatan, dan segala yang kita punya lebih seperti kumpulan probalititas. Kemudian
aku lebih memaknai ungkapan,
“If you play poker with an all-knowing entity, the best way to
play is with probabilities.’’
Aku rajin olahraga, jaga makan, rutin cek
kesehatan untuk memperbesar peluang nggak sakit. Atau, aku belajar soal relasi
dan berusaha berempati dengan orang lain bukan jaminan nggak dikhianati. It’s a hard pill to swallow, but
sometimes even the hardest work can still end in failure.
Bagi sebagian orang, percaya kepada takdir bisa
jadi obat dari absurditas dunia. Rasa nggak berdaya atas hantaman demi hantaman
sedikit terhibur karena entitas Tuhan Yang Maha Berkuasa. Lalu, aku jadi punya
kesadaran baru, inilah alasan Allah ciptakan surga dan neraka. Di dunia, orang
baik bisa menderita dan orang jahat leluasa berkuasa. Ada sebuah kepercayaan
kuno dari bangsa Skandinavian, khususnya kaum Viking, yakni surga bernama
Valhalla. Balasan kebaikan bagi pejuang yang mati karena perang. Kehidupan di
sana penuh dengan pesta, ketenangan, serta kebersamaan dengan prajurit lainnya.
Keterbatasan manusia dalam mengatur hidup membawaku
pada dua kesimpulan: aku hanya bertugas memperbesar kemungkinan atas segala hal
yang kuharapkan dan hanya kepada-Nya sebaik-sebaik tempat berharap. Hasbunallah
wanikmal wakiil.
Komentar
Posting Komentar